Seringkali kita tidak sadar dengan kesalahan sendiri. Tapi justru kita paham betul dengan kesalahan orang lain. Seperti kata peribahasa, gajah dipelupuk mata tak tampak, kuman di seberang lautan tampak.
Mengapa diri ini selalu menyibukkan diri dengan membicarakan aib orang lain, sedangkan ‘aib besar yang ada di depan mata tidak diperhatikan? Akhirnya diri ini pun sibuk menggunjing, membicarakan aib saudaranya padahal ia tidak suka dibicarakan.
Jika dibanding-bandingkan diri kita dan orang yang digunjing, boleh jadi dia lebih mulia di sisi Allah. Demikianlah hati ini seringkali tersibukkan dengan hal yang sia-sia. Seharusnya, aib kita sendiri yang lebih diperhatikan
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW pernah bertanya, "Tahukah kamu, apa itu ghibah?" Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?” Rasulullah berkata, “Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu tentang dirinya, maka berarti kamu telah menggibahnya (menggunjingnya). Namun apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah menfitnahnya (menuduh tanpa bukti).” (HR Muslim)
Adapun ghibah dijelaskan dalam firman Allah Ta’ala di dalam Alquran surat Al Hujarat ayat 12, adalah seperti orang yang memakan bagkai saudaranya sendiri. Apakah kita mau seperti itu? T
Jika kita sudah tahu demikian tercelanya membicarakan aib saudara kita –tanpa ada maslahat - maka sudah semestinya kita menjauhkan diri dari perbuatan tersebut. Aib kita sebenarnya lebih banyak, dibanding aib orang lain. Kita tentu lebih paham diri kita ketimbang orang lain bukan? Mari berinstropeksi, sebelum berkomentar yang tak kita tahu tentang orang lain.
Mengapa diri ini selalu menyibukkan diri dengan membicarakan aib orang lain, sedangkan ‘aib besar yang ada di depan mata tidak diperhatikan? Akhirnya diri ini pun sibuk menggunjing, membicarakan aib saudaranya padahal ia tidak suka dibicarakan.
Jika dibanding-bandingkan diri kita dan orang yang digunjing, boleh jadi dia lebih mulia di sisi Allah. Demikianlah hati ini seringkali tersibukkan dengan hal yang sia-sia. Seharusnya, aib kita sendiri yang lebih diperhatikan
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW pernah bertanya, "Tahukah kamu, apa itu ghibah?" Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?” Rasulullah berkata, “Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu tentang dirinya, maka berarti kamu telah menggibahnya (menggunjingnya). Namun apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah menfitnahnya (menuduh tanpa bukti).” (HR Muslim)
Adapun ghibah dijelaskan dalam firman Allah Ta’ala di dalam Alquran surat Al Hujarat ayat 12, adalah seperti orang yang memakan bagkai saudaranya sendiri. Apakah kita mau seperti itu? T
Jika kita sudah tahu demikian tercelanya membicarakan aib saudara kita –tanpa ada maslahat - maka sudah semestinya kita menjauhkan diri dari perbuatan tersebut. Aib kita sebenarnya lebih banyak, dibanding aib orang lain. Kita tentu lebih paham diri kita ketimbang orang lain bukan? Mari berinstropeksi, sebelum berkomentar yang tak kita tahu tentang orang lain.
0 komentar:
Posting Komentar
Berikanlah komentar Sobat, karena komentar Sobat sangat berarti bagi kami (^_^)