Duhai saudara-saudariku tercinta yang dimuliakan oleh Allah ta'ala...
Islam merupakan dien yang damai dan pembawa keselamatan bagi umat manusia. Mengucapkan salam adalah adab dalam pergaulan sesama muslim dan menjadi salah satu identitas ke-Islaman seseorang sebagaimana yang diperintahkan dan dicontohkan oleh Baginda Rasulullah tercinta, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Salam adalah ungkapan pengharapan dan do’a seseorang akan keselamatan, kedamaian, rahmat, dan berkah dari Allah ta’ala kepada saudara-saudari rahimakumullah. Dengan menyebarkan salam, akan terpancar keindahan dan perdamaian dalam Islam.
Selain itu, setiap muslim juga diperintahkan oleh Allah ta’ala untuk menjaga dan menghormati hak-hak sesama. Oleh karena itu, Islam mewajibkan kepada pemeluknya agar selalu meminta izin terhadap segala sesuatu yang berkenaan dengan hak orang lain. Dengan memegang adab-adab izin ini, kehormatan, rasa cinta, dan keharmonisan dalam pergaulan akan senantiasa terpelihara.
Berkenaan dengan SALAM, Islam telah mengatur segala sesuatunya dengan begitu indah namun tegas. Maka dienul Islam pun memerintahkan kita agar tidak mengucapkan atau pun menjawab salam kepada bagi orang kafir.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kalian mengawali ucapan salam kepada kaum Yahudi dan Nasrani …” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Namun sebaliknya, hamba yang shalih selalu bergegas dalam menjawab ucapan salam yang disampaikan oleh orang muslim, entah dia kenal atau tidak kenal (tapi tentu tahu bahwa dia adalah seorang Muslim). Sebab salam merupakan salah satu di antara Nama Allah. Salam berarti keamanan dan ketentraman.
Allah ta’ala berfirman, “Apakah kalian dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah dengan yang serupa!” (QS. An-Nisa’ {4}: 86).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mughaffal, bahwa Rasulullah saw bersabda, “…Sedangkan manusia yang paling bakhil adalah orang yang bakhil untuk (memberi atau membalas) salam.” (HR. Ath-Thabrani dengan sanad jayyid).
Hamba yang shalih, tentu selalu memberi salam kepada saudaranya jika dia bertemu dengannya sambil tersenyum kepadanya, dan juga selalu menjawab salam. Jika dua orang muslim melakukan hal seperti itu, maka insyaAllah berguguranlah kesalahan (dosa) keduanya, seperti gugurnya dedaunan di musim kemarau jika mongering.
Saudara-saudariku tersayang rahimakumullah…
Hendaknya kita tidak mengganti salam dengan isyarat tangan atau model-model sapaan yang sering dibudayakan oleh orang-orang kafir. Diriwayatkan dari Anru bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Bukan menjadi bagian kami, orang yang meniru-niru selain kami. Janganlah kalian menyerupai kaum Yahudi dan Nasrani, karena salamnya kaum Yahudi adalah isyarat dengan jari. Sedangkan salamnya kaum Nasrani adalah isyarat dengan telapak tangan.” (HR. At-Tirmidzi).
Masih berkenaan dengan salam, maka dienul menyatakan tidak mengucapkan maupun menjawab salam orang yang sedang buang ari kecil/besar.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa pernah ada seseorang yang mengucapkan salam kepada Rasulullah saw ketika Beliau sedang buang air kecil, dan Beliau tidak menjawab salam yang diucapkan oleh orang tersebut.” (HR. At-Tirmidzi).
Selanjutnya merupakan hal terpenting dalam pengucapan salam, namun sepertinya masih sangat banyak KEKELIRUAN fatal yang kita dengar atau dapati setiap harinya. Sesungguhnya memulai salam itu adalah dengan ucapan, “ASSALAMU’ALAYKUM; BUKAN di tulis/di ucapkan dengan ASS atau SALAM, seperti kecenderungan kaum JIL yang tidak pernah mengucapkan ‘assalamu’alaykum’. Begitu juga assalamu’alaykum BUKAN diucapkan dengan LAMLEKUM, SLAMLEKUM, atau KUM, naudzubillah!
At-Tirmidzi, Abu Dawud dan lainnya meriwayatkan dari Jabir bin Sulaim, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Janganlah engkau mengucapkan ‘alaikus-salam’, karena alaikus-salam adalah salam penghormatan kepada orang-orang yang sudah meninggal. Tapi, ucapkanlah ‘as-salamu ‘alaik’.”
Keterangan : As-salamu ‘alaik adalah dalam bentuk sapaan tunggal, namun untuk jamak berubah menjadi as-salamu ‘alaikum.
Saudara-saudariku kekasih Rasulullah yang kucintai lillahi ta’ala…
Di atas Jean juga menyertakan ketentuan bahwa setiap muslim diperintahkan oleh Allah ta’ala untuk menjaga dan menghormati hak-hak sesame (IZIN). Berkenaan dengan izin ini, insyaAllah terdapat 2 prinsip yang perlu kita perhatikan dengan sebenar-benarnya;
1. Tidak melihat ke dalam rumah orang lain tanpa izin. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Baginda Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa melihat (mengintip) isi rumah suatu kaum tanpa mendapatkan izin dari mereka, maka halal bagi mereka untuk mencukil matanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat An-Nasi’i disebutkan, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, “Barangsiapa melihat ke dalam sisi rumah suatu kaum tanpa mendapatkan izin dari mereka, maka cukillah matanya, tanpa ada diyat atau qishash.”
2. Tidak menguping pembicaraan orang. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra, bahwa Baginda Rasulullah saw bersabda, “…Barangsiapa menguping pembicaraan suatu kaum, sedangkan mereka tidak ingin hal itu terdengar orang lain, maka akan dituangkan pada kedua telinga orang tersebut lelehan timah pada hari kiamat …” (HR. Bukhari dan Muslim).
Islam merupakan dien yang damai dan pembawa keselamatan bagi umat manusia. Mengucapkan salam adalah adab dalam pergaulan sesama muslim dan menjadi salah satu identitas ke-Islaman seseorang sebagaimana yang diperintahkan dan dicontohkan oleh Baginda Rasulullah tercinta, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Salam adalah ungkapan pengharapan dan do’a seseorang akan keselamatan, kedamaian, rahmat, dan berkah dari Allah ta’ala kepada saudara-saudari rahimakumullah. Dengan menyebarkan salam, akan terpancar keindahan dan perdamaian dalam Islam.
Selain itu, setiap muslim juga diperintahkan oleh Allah ta’ala untuk menjaga dan menghormati hak-hak sesama. Oleh karena itu, Islam mewajibkan kepada pemeluknya agar selalu meminta izin terhadap segala sesuatu yang berkenaan dengan hak orang lain. Dengan memegang adab-adab izin ini, kehormatan, rasa cinta, dan keharmonisan dalam pergaulan akan senantiasa terpelihara.
Berkenaan dengan SALAM, Islam telah mengatur segala sesuatunya dengan begitu indah namun tegas. Maka dienul Islam pun memerintahkan kita agar tidak mengucapkan atau pun menjawab salam kepada bagi orang kafir.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kalian mengawali ucapan salam kepada kaum Yahudi dan Nasrani …” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Namun sebaliknya, hamba yang shalih selalu bergegas dalam menjawab ucapan salam yang disampaikan oleh orang muslim, entah dia kenal atau tidak kenal (tapi tentu tahu bahwa dia adalah seorang Muslim). Sebab salam merupakan salah satu di antara Nama Allah. Salam berarti keamanan dan ketentraman.
Allah ta’ala berfirman, “Apakah kalian dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah dengan yang serupa!” (QS. An-Nisa’ {4}: 86).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mughaffal, bahwa Rasulullah saw bersabda, “…Sedangkan manusia yang paling bakhil adalah orang yang bakhil untuk (memberi atau membalas) salam.” (HR. Ath-Thabrani dengan sanad jayyid).
Hamba yang shalih, tentu selalu memberi salam kepada saudaranya jika dia bertemu dengannya sambil tersenyum kepadanya, dan juga selalu menjawab salam. Jika dua orang muslim melakukan hal seperti itu, maka insyaAllah berguguranlah kesalahan (dosa) keduanya, seperti gugurnya dedaunan di musim kemarau jika mongering.
Saudara-saudariku tersayang rahimakumullah…
Hendaknya kita tidak mengganti salam dengan isyarat tangan atau model-model sapaan yang sering dibudayakan oleh orang-orang kafir. Diriwayatkan dari Anru bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Bukan menjadi bagian kami, orang yang meniru-niru selain kami. Janganlah kalian menyerupai kaum Yahudi dan Nasrani, karena salamnya kaum Yahudi adalah isyarat dengan jari. Sedangkan salamnya kaum Nasrani adalah isyarat dengan telapak tangan.” (HR. At-Tirmidzi).
Masih berkenaan dengan salam, maka dienul menyatakan tidak mengucapkan maupun menjawab salam orang yang sedang buang ari kecil/besar.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa pernah ada seseorang yang mengucapkan salam kepada Rasulullah saw ketika Beliau sedang buang air kecil, dan Beliau tidak menjawab salam yang diucapkan oleh orang tersebut.” (HR. At-Tirmidzi).
Selanjutnya merupakan hal terpenting dalam pengucapan salam, namun sepertinya masih sangat banyak KEKELIRUAN fatal yang kita dengar atau dapati setiap harinya. Sesungguhnya memulai salam itu adalah dengan ucapan, “ASSALAMU’ALAYKUM; BUKAN di tulis/di ucapkan dengan ASS atau SALAM, seperti kecenderungan kaum JIL yang tidak pernah mengucapkan ‘assalamu’alaykum’. Begitu juga assalamu’alaykum BUKAN diucapkan dengan LAMLEKUM, SLAMLEKUM, atau KUM, naudzubillah!
At-Tirmidzi, Abu Dawud dan lainnya meriwayatkan dari Jabir bin Sulaim, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Janganlah engkau mengucapkan ‘alaikus-salam’, karena alaikus-salam adalah salam penghormatan kepada orang-orang yang sudah meninggal. Tapi, ucapkanlah ‘as-salamu ‘alaik’.”
Keterangan : As-salamu ‘alaik adalah dalam bentuk sapaan tunggal, namun untuk jamak berubah menjadi as-salamu ‘alaikum.
Saudara-saudariku kekasih Rasulullah yang kucintai lillahi ta’ala…
Di atas Jean juga menyertakan ketentuan bahwa setiap muslim diperintahkan oleh Allah ta’ala untuk menjaga dan menghormati hak-hak sesame (IZIN). Berkenaan dengan izin ini, insyaAllah terdapat 2 prinsip yang perlu kita perhatikan dengan sebenar-benarnya;
1. Tidak melihat ke dalam rumah orang lain tanpa izin. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Baginda Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa melihat (mengintip) isi rumah suatu kaum tanpa mendapatkan izin dari mereka, maka halal bagi mereka untuk mencukil matanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat An-Nasi’i disebutkan, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, “Barangsiapa melihat ke dalam sisi rumah suatu kaum tanpa mendapatkan izin dari mereka, maka cukillah matanya, tanpa ada diyat atau qishash.”
2. Tidak menguping pembicaraan orang. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra, bahwa Baginda Rasulullah saw bersabda, “…Barangsiapa menguping pembicaraan suatu kaum, sedangkan mereka tidak ingin hal itu terdengar orang lain, maka akan dituangkan pada kedua telinga orang tersebut lelehan timah pada hari kiamat …” (HR. Bukhari dan Muslim).
Arrahman.com
0 komentar:
Posting Komentar
Berikanlah komentar Sobat, karena komentar Sobat sangat berarti bagi kami (^_^)