Diceritakan, Zaid ibn Tsabit, seusai pemimpin shalat jenazah, langsung menuju kendaraan (bighal)-nya yang diparkir tak jauh dari masjid. Tiba-tiba datang Abdullah ibn Abbas, memegang kendali bighal dan mengemudikannya. Zaid mencegahnya, tetapi Abdullah terus mengemudikannya sambil berkata: “Demikian aku diperintah (oleh Rasul) untuk menghormati ulama.” Zaid lantas meminta Abdullah menjulurkan tangannya. Ia pun memberikannya, lalu Zaid memegang dan menciumnya berkali-kali. Katanya, “Demikian aku diperintah (oleh Rasul) untuk menghormati dan mencintai keluarga Nabi.” (HR Hakim dalam al-Mustadark).
Sungguh menarik apa yang diperlihatkan oleh dua orang tokoh sahabat Nabi itu. Abdullah tidak ragu-ragu memberikan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada Zaid, teman dan senior-nya yang dikenal sebagai ulama. Seperti diketahui, Zaid adalah penulis wahyu pada masa Nabi. Ia juga ketua Tim Sembilan yang ditunjuk oleh Khalifah Utsman untuk merampungkan tugas kodifikasi Alquran. Zaid juga merupakan salah seorang imam bacaan Alquran (imam al-qira’ah) di Madinah.
Penghormatan Abdullah kepada Zaid dapat dipandang sebagai penghormatan karena ilmu. Seperti dimaklumi, Islam adalah agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan dan memuliakan orang-orang yang berilmu (ulama). Nabi Adam AS, seperti dikisahkan dalam Alquran, dinobatkan sebagai khalifah, mengalahkan kompetitor terberatnya, yaitu para malaikat, adalah karena ilmu atau potensi intelektualitasnya. (QS al-Baqarah [2]: 30). Allah SWT sendiri memberikan kemuliaan kepada para ulama beberapa derajat. (QS al-Mujadilah [58]: 11).
Meskipun dimuliakan sebagai ulama, Zaid ibn Tsabit tidak lantas membusungkan dada. Ia tetap rendah hati (tawadhu`). Ia mencium tangan Abdullah berkali-kali sebagai penghormatan dan ekspresi cinta kepada keluarga Nabi. Seperti diketahui, Abdullah adalah sepupu Nabi, anak pamannya, Abbas ibn Abd al-Muthtalib. Nabi SAW sangat mencintai Abdullah. Sewaktu kecil, Abdullah pernah didoakan oleh Nabi agar pandai dalam agama dan tafsir.
Penghormatan Zaid kepada Abdullah dapat dipandang sebagai penghormatan kepada keluarga Nabi. Setiap Muslim sudah sepatutnya menghormati dan mencintai keluarga Nabi. Dalam shalat kita diperintahkan agar berselawat kepada Nabi SAW dan kepada keluarganya, “Allahumma shalli `ala Muhaammad wa `ala ali Muhammad.” Dalam Alquran disebutkan bahwa Allah melimpahkan rahmat dan keberkahan kepada kelurga Nabi. “Para Malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkahan-Nya, dicurahkan atas kamu, Hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah." (QS Hud [11]: 73).
Pada masa kita sekarang, adab saling mencintai dan menghormati ini dirasakan semakin langka dan semakin menjauh dari kehidupan kita. Pasalnya, dalam banyak hal, kita bukan saling menghormati, melainkan saling merendahkan. Ironisnya lagi, para pemimpin, tokoh, dan pemuka masyarakat justru saling bertengkar, saling menghujat, dan saling merendahkan satu dengan yang lain. Maka itu, kita perlu belajar lebih banyak lagi dari teladan Nabi SAW dan para sahabat-nya. Wallahu a`lam
Sungguh menarik apa yang diperlihatkan oleh dua orang tokoh sahabat Nabi itu. Abdullah tidak ragu-ragu memberikan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada Zaid, teman dan senior-nya yang dikenal sebagai ulama. Seperti diketahui, Zaid adalah penulis wahyu pada masa Nabi. Ia juga ketua Tim Sembilan yang ditunjuk oleh Khalifah Utsman untuk merampungkan tugas kodifikasi Alquran. Zaid juga merupakan salah seorang imam bacaan Alquran (imam al-qira’ah) di Madinah.
Penghormatan Abdullah kepada Zaid dapat dipandang sebagai penghormatan karena ilmu. Seperti dimaklumi, Islam adalah agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan dan memuliakan orang-orang yang berilmu (ulama). Nabi Adam AS, seperti dikisahkan dalam Alquran, dinobatkan sebagai khalifah, mengalahkan kompetitor terberatnya, yaitu para malaikat, adalah karena ilmu atau potensi intelektualitasnya. (QS al-Baqarah [2]: 30). Allah SWT sendiri memberikan kemuliaan kepada para ulama beberapa derajat. (QS al-Mujadilah [58]: 11).
Meskipun dimuliakan sebagai ulama, Zaid ibn Tsabit tidak lantas membusungkan dada. Ia tetap rendah hati (tawadhu`). Ia mencium tangan Abdullah berkali-kali sebagai penghormatan dan ekspresi cinta kepada keluarga Nabi. Seperti diketahui, Abdullah adalah sepupu Nabi, anak pamannya, Abbas ibn Abd al-Muthtalib. Nabi SAW sangat mencintai Abdullah. Sewaktu kecil, Abdullah pernah didoakan oleh Nabi agar pandai dalam agama dan tafsir.
Penghormatan Zaid kepada Abdullah dapat dipandang sebagai penghormatan kepada keluarga Nabi. Setiap Muslim sudah sepatutnya menghormati dan mencintai keluarga Nabi. Dalam shalat kita diperintahkan agar berselawat kepada Nabi SAW dan kepada keluarganya, “Allahumma shalli `ala Muhaammad wa `ala ali Muhammad.” Dalam Alquran disebutkan bahwa Allah melimpahkan rahmat dan keberkahan kepada kelurga Nabi. “Para Malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkahan-Nya, dicurahkan atas kamu, Hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah." (QS Hud [11]: 73).
Pada masa kita sekarang, adab saling mencintai dan menghormati ini dirasakan semakin langka dan semakin menjauh dari kehidupan kita. Pasalnya, dalam banyak hal, kita bukan saling menghormati, melainkan saling merendahkan. Ironisnya lagi, para pemimpin, tokoh, dan pemuka masyarakat justru saling bertengkar, saling menghujat, dan saling merendahkan satu dengan yang lain. Maka itu, kita perlu belajar lebih banyak lagi dari teladan Nabi SAW dan para sahabat-nya. Wallahu a`lam
republika.co.id
0 komentar:
Posting Komentar
Berikanlah komentar Sobat, karena komentar Sobat sangat berarti bagi kami (^_^)