Anggota Rohis

Dengan Penuh semangat semoga kita semua dapat menjalankan amanah dan tanggung jawab pada Rohis SMA N 1 Demak dengan sebaik-baiknya,
@ROHIS 2011-2012. :)

Idul Adha

Alhamdulillah 2 kerbau dan 1 kambing berhasil di sembelih dan di bagikan kepada warga oleh Rohis SMA N 1 Demak,
Pada Tanggal 10 Dzulhijjah 1433 H/ 6 Nopember 2011.

Peringatan Maulid Nabi

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, di selenggarakan di mushola pada tanggal 12 rabiul awal.
Acara ini diikuti oleh anak ROHIS dan sebagian siswa - siswi SMA N 1 Demak. Alhamdulillah berjalan dengan lancar. :)

ROHIS Angkatan 2009-2010

Walaupun badan ini terpisahkan oleh tempat tapi kami tetap akan bersama dalam Perjuangan.

This is featured post 5 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat.

Hikmah KeAgungan Hari Jum'at Bagi Kaum Muslim

0 komentar

Hikmah Keagungan Hari Jumat sangat lah besar, bagi umat muslim di dunia. Allah memberikan beberapa keistimewaan pada hari Raya Umat Muslim ini.
(( خير يوم طلعت فيه الشمس يوم الجمعة، فيه خلق آدم، وفيه أدخل الجنة وفيه أخرج منها))[ رواه مسلم].

“Hari yang paling baik yang mana matahari terbit pada har itu adalah hari jum’at, pada hari itu Adam 'alaihissalam diciptakan, dimasukkan ke dalam Surga dan pada hari itu pula ia dikeluarkan darinya.” (HR. Muslim)

Sesunguhnya termasuk hal yang sangat menyedihkan adalah apa yang kita saksikan dari pemuda kita pada hari ini, yaitu kurangnya perhatian mereka terhadap waktu, khususnya waktu-waktu yang utama. Padahal mereka tahu dengan pasti bahwa kehidupan dunia ini pendek walaupun panjang, kesenangannya akan hilang walupun lama, sehatnya akan berganti dengan sakit, dan keremajaan mereka akan menemui masa tua. Salah satu waktu yang utama yang diremehkan oleh sebagian kita adalah hari jum’at, suatu hari yang mana Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan petunjuk kepada umat ini kepada hari itu dan menyesatkan umat terdahulu darinya. Hari itu adalah hari di mana Adam 'alaihissalam diciptakan, dimasukkan ke dalam Surga, dikeluarkan darinya dan pada hari itu pula hari kiamat terjadi. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
(( وما من ملك مقرب، ولا سماء، ولا أرض، ولا رياح، ولا جبال، ولا بحر، إلا وهن يشفقن من يوم الجمعة))[رواه أحمد وحسنه الألباني]

“Dan tidaklah ada dari Malaikat muqarrabun (yang didekatkan), langit, bumi, angin, gunung, dan laut, kecuali mereka takut terhadap hari jum’at.”(HR. Ahmad dihasankan oleh al-Albani)

Dan Ka’ab al-Ahbar rahimahullah (salah seorang tabi’in yang dahulunya adalah ahli kitab) berkata:
(( ما طلعت الشمس من يوم الجمعة إلا فزع لمطلعها البر والبحر والحجارة، وما خلق الله من شيء إلا الثقلين))[رواه عبدالرزاق في مصنفه 3/552]

“Tidaklah terbit matahari pada hari jum’at, kecuali daratan, lautan, bebatuan, dan seluruh mahluk ciptaan Allah selain tsaqalain (jin dan manusia) merasa ketakutan akan terbitnya.”(Riwayat ‘Abdur Razzaq dalam al-Mushannaf 3/552)

Sekalipun demikian kita melihat sikap meremehkan dan membuang-buang waktu pada hari itu, oleh sebab itu merupakan kewajiban kita untuk mencari tahu sebagian hakikat dari hari jum’at, supaya kita mengetahui keagungannya. Termasuk hakikat dari hari jum’at adalah sebagai berikut:

Pertama: Keagungan Hari Jum’at

Telah banyakk hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan hari tersebut, di antaranya:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (( خير يوم طلعت فيه الشمس يوم الجمعة، فيه خلق آدم، وفيه أدخل الجنة وفيه أخرج منها))[ رواه مسلم].

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:”Hari yang paling baik yang mana matahari terbit pada hari itu adalah hari jum’at, pada hari itu Adam 'alaihissalam diciptakan, dimasukkan ke dalam Surga dan pada hari itu pula ia dikeluarkan darinya.” (HR. Muslim)
عن أوس بن أوس رضي الله عنه قال قـال النبي صلى الله عليه وسلم: (( إن من أفضل أيامكم يوم الجمعة فأكثروا علي من الصلاة فيه فإن صلاتكم معروضة)) الحديث[رواه أبو داود].

Dari Aus bin Aus radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:”Sesungguhnya hari terbaik dari hari-hari kalian adalah hari jum’at, maka perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari itu, karena shalawat kalian akan ditampakkan.” (HR. Abu Dawud)

Kedua: Keutamaan Hari Jum’at dan Bersegera Menuju Shalat Jum’at

Karena barang siapa yang mengetahui keutamaan hari itu akan terdorong untuk perhatian terhadapnya, dan bersemangat untuk memanfaatkan kesempatan yang agung ini dengan cara melakukan segala kebaikan dan meninggalkan segala kemungkaran.
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (( الصلوات الخمس والجمعة إلى الجمعة كفارات لما بينهن)) [رواه مسلم]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda:”Shalat lima waktu, dari jum’at ke jum’at berikutnya adalah penghapus antara keduanya (maksudnya penghapus dosa).”(HR. Muslim)
وعن سلمان الفارسي رضي الله عنه قال قـال النبي صلى الله عليه وسلم: ((لا يغتسل رجل يوم الجمعة ويتطهر ما استطاع من طهر ويدهن من دهنه أو يمس من طيب بيته ثم يخرج فلا يفرق بين اثنين ثم يصلي ما كتب لـه ثم ينصت إذا تكلم الإمام إلا غفر له ما بينه وبين الجمعة الأخرى)) [رواه البخاري]

Dan dari Salman al-Farisi radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:”Tidaklah seseorang mandi pada hari jum’at, membersihkan diri semampunya, memakai minyak rambut atau memakai minyak wangi kemudian keluar menuju shalat jum’at dengan tidak memisahkan antara dua orang (di tempat duduk mereka di dalam masjid), lalu shalat semampunya dan diam ketika imam (khathib) berbicara/berkhutbah kecuali diampuni (dosa) di antara jum’at itu dengan jum’at yang lainnya.” (HR. al-Bukhari)

Ketiga: Ancaman Bagi Yang Tidak Menghadiri Shalat Jum’at
عن الحكم بن ميناء أن عبد الله بن عمر وأبا هريرة حدثاه أنهما سمعا رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول على منبره : ((لينتهين أقوام عن ودعهم الجمعات أو ليختمن الله على قلوبهم ثم ليكونن من الغافلين))[رواه مسلم]

Dari al-Hakam bin Miina’a bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu'anhuma mengatakan kepadanya, bahwa keduanya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:”Hendaklah suatu kaum menghentikan perbuatannya meninggalkan shalat jum’at atau (kalau tidak) Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengunci hati-hati mereka lalu mereka benar-benar menjadi orang-orang yang lalai.”(HR. Muslim)

Imam al-Auzaa’i rahimahullah berkata:
كان عندنا ببيروت صياد،يخرج يوم الجمعة يصطاد،ولا يمنعه مكان الجمعة،فخرج يوماً، فخسف به وببغلته، فلم يبق منها إلا أذناها وذنبها.

“Dahulu di tempat kami di Beirut ada pemburu yang keluar pada hari jum’at untuk berburu, tempat jum’at tidak menghalanginya dari perburuannya (maksudnya dia tetap berburu walaupun datang waktu jum’at dan dia mendapatkan tempat untuk shalat jum’at), maka dia berburu pada suatu hari lalu dia ditenggelamkan ke dalam bumi beserta bighalnya (binatang hasil perkawinan antara kuda dengan keledai), dan tidak tersisa darinya kecuali kedua telinganya dan ekornya."

Beberapa Amalan Yang Dianjurkan Untuk Mengisi Hari Jum’at

Setelah kita mengetahui keagungan hari jum’at maka inilah beberapa amalan untuk mengisi hari tersebut:

Pertama: Tidak bergadang pada malam jum’at sampai akhir malam, karena akan menjadikan dia terhalang dari bersegera menuju shalat jum’at di awal waktu pada pagi/siang harinya.

Kedua: Menetap di dalam masjid setelah shalat Shubuh untuk berdzikir dan membaca Al-Quran.

Ketiga: Istirhat sejenak lalu sarapan, mandi, memakai minyak wangi, bersiwak, memotong kumis dan memakai pakaian paling bersih.
عن سلمان الفارسي رضي الله عنه قال : قال النبي صلى الله عليه وسلم (( لا يغتسل رجل يوم الجمعة ويتطهر ما استطاع من طهر ويدهن من دهنه أو يمس من طيب بيته ثم يخرج فلا يفرق بين اثنين ، ثم يصلي ما كتب الله ، ثم ينصت إذا تكلم الإمام إلا غفر له ما بينه وبين الجمعة الأخرى )) رواه البخاري

Dan dari Salman al-Farisi radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:”Tidaklah seseorang mandi pada hari jum’at, membersihkan diri semampunya, memakai minyak rambut atau memakai minyak wangi kemudian keluar menuju shalat jum’at dengan tidak memisahkan antara dua orang (di tempat duduk mereka di dalam masjid), lalu shalat semampunya dan diam ketika imam (khathib) berbicara/berkhutbah kecuali diampuni (dosa) di antara jum’at itu dengan jum’at yang lainnya.” (HR. al-Bukhari)

Muhammad bin Ibrahim at-Taimi rahimahullah berkata:”Barang siapa yang memotong kukunya, memotong kumisnya, dan membersihkan giginya pada hari jum’at, maka dia telah menyempurnakan jum’atnya. (Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf)

Keempat: Bergegas mendatangi shalat Jum’at di awal waktu dengan berjalan kaki, tidak menaiki kendaraan, supaya mendapatkan pahala yang besar sebagaimana hadits yang diriwayatkan di dalam ash-Shahihain (Bukhari dan Muslim):
عن أبي هريرة – رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : (( من اغتسل يوم الجمعة غسل الجنابة ثم راح فكأنما قرب بدنة ومن راح في الساعة الثانية فكأنما قرب بقرة ، ومن راح في الساعة الثالثة فكأنما قرب كبشاً أقرن ، ومن راح في الساعة الرابعة فكأنما قرب دجاجة ، ومن راح في الساعة الخامسة فكأنما قرب بيضة ، فإذا خرج الإمام حضرت الملائكة يستمعون الذكر.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda:”Barang siapa yang mandi junub pada hari jum’at lalu berangkat menuju shalat juma’at (paling awal), maka dia seperti telah berkurban unta, barang siapa yang berangkat pada waktu yang kedua, maka dia seperti berkurban sapi, barang siapa yang berangkat pada waktu yang ketiga, maka dia seperti berkurban domba bertanduk, barang siapa yang berangkat pada waktu yang keempat, maka seperti berkurban ayam, dan barang siapa yang berangkat pada waktu yang kelima, maka seperti berkurban telor, dan apabila imam (khathib) telah datang, maka para Malikat pencatat mendengarkan khutbah.”(HR. Bukhari dan Muslim)
يقول أنس بن مالك رضي الله عنه كنا نبكر بالجمعة ونقيل بعد الجمعة [ رواه البخاري]

Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata:”Dahulu kami shalat jum’at di awal waktu dan tidur siang setelah jum’at.”(HR. al-Bukhari)

Kelima: Memanfaatkan kesempatan duduknya di masjid dengan sesuatu yang sesuai dengan hatinya dan kondisinya, baik dengan memperbanyak shalat sunah, sebagaimana hadits dalam shahih Muslim dari hadits Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami radhiyallahu 'anhu berkata:
كنت أبيت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فأتيته بوضوئه وحاجته فقال لي : (( سل )) فقلت : أسألك مرافقتك في الجنة ، قال : (( أو غير ذلك )) قلت : هو ذاك قال : (( فأعني على نفسك بكثرة السجود ))

“Aku bermalam di rumah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu aku menghampiri beliau dengan membawa air wudhu untuk beliau, maka beliau berkata kepadaku:”Mintalah.” Maka aku berkata:”Aku meminta untuk bisa menyertaimu di Surga.” Beliau berkata:”Ataukah ada permintaan selain itu?” Aku jawab:”Itulah permintaanku.” Nabi berkata:”Maka bantulah aku dengan engkau memperbanyak sujud (shalat).”

Dan setiap kita pasti menginginkan bisa bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di Surga, dan keinginan seperti ini tidak akan tercapai –setelah rahmat dari Allah- kecuali dengan melakukan sebab-sebabnya. Dan salah satu sebabnya adalah memperbanyak shalat. Nafi’ rahimahullah berkata:”Dahulu Ibnu Umar radhiyallahu'anhuma terus-menerus shalat (sunah) pada hari jum’at, apabila tiba waktu keluarnya imam (khathib) beliau duduk (berhenti dari shalat) sebelum imam keluar.” (Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf 3/210)

Dan termasuk amalan yang bisa dilakukan adalah membaca surat al-Kahfi. Telah banyak riwayat yang menjelaskan tentang keutamaan membaca suarat al-Kahfi pada hari jum’at salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam ad-Darimi di dalam kitab Sunan beliau:
عن أبي سعيد الخدري قال : (( من قرأ سورة الكهف ليلة الجمعة أضاء له من النور فيما بينه وبين البيت العتيق )) (إسناده له حكم الرفع كما قال الألباني).

“Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu 'anhu dia berkata:”Barang siapa yang membaca surat al-Kahfi pada malam jum’at, maka akan diberi cahaya untuknya sejauh dirinya dengan Ka’bah." (Sanadnya memiliki hukum marfu’/sampai kepada Nabi)
Kemudian berusaha untuk menghafal beberapa ayat dari al-Quran untuk mengisi hati dan dadanya dengan al-Quran. Dan sebaik-baik hal yang digunakkan untuk mengisi hati adalah al-Quran. Imam Tirmidzi rahimahullah meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu'anhuma:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (( أن الذي ليس في جوفه شيء من القرآن كالبيت الخرب )) ( قال الترمذي هذا حديث حسن صحيح)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:”Siapa yang di dalam dadanya tidak ada sesuatu dari al-Quran maka seperti rumah yang rusak.”(HR. at-Tirmidzi dan beliau berkata: ini adalah hadits hasan shahih)

Keenam: Apabila imam (khathib) telah naik mimbar maka diam dan mendengarkan dengan seksama ucapannya, supaya bisa mengambil faidah dan menguasai materi khutbah, seolah-olah dirinya akan ditanya tentang materi khutbah tersebut atau diperintah untuk brbicara tentang materi tersebut setelah khutbah selesai. Maka dengan cara seperti ini dia akan mengkonsentrasikan fikirannya terhadap apa yang diucapkan oleh pembicara (khathib). Cobalah hal ini pasti engkau akan mengetahui kebenaran yang aku katakan.

Ketujuh: Mengerjakan shalat sunah setelah shalat jum’at, 4 raka’at apabila di masjid, sebagaimana hadits riwayat Imam Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berikut ini:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (( من كان منكم مصلياً بعد الجمعة فليصل أربعاً ))

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:”Siapa di antara kalian yang shalat (sunah) setelah jum’at maka shalatlah 4raka’at.”

Dan kalau mengerjakannya di rumah maka shalatlah 2 raka’at, sebagaimana hadits yang diriwayatkan di dalam ash-Shahihain (Bukhari dan Muslim):
أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يصلي ركعتين في بيته

Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat dua raka’at di rumahnya (setelah shalat jum’at).”

Setelah itu makan siang dan istirahat, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Sahabat Sahl bin Sa’d radhiyallahu 'anhu dia berkata:
(( ما كنا نقيل ولا نتغدى إلا بعد الجمعة.))
“Tidaklah kami tidur (siang) dan makan siang kecuali setelah shalat jum’at.”

Kedelapan: Setelah shalat ‘ashar, mungkin juga untuk mengunjungi kerabat dekat, atau membesuk orang sakit, atau mengulang pelajaran dan aktivitas kebaikan yang lain.

Kesembilan: Sebelum datang waktu maghrib, berangkat menuju masjid untuk berdo’a dan berusaha agar mendapatkan waktu istijabah/dikabulkannya doa, sebagaimana hadits yang diriwayatkan di dalam ash-Shahihain (Bukhari dan Muslim)dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم ذكر يوم الجمعة فقال : (( فيه ساعة لا يوافقها عبد مسلم وهو قائم يصلي يسأل الله تعالى شيئاً إلا أعطاه إياه وأشار بيده يقللها.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyebutkan tentang hari Jum’at kemudian beliau bersabda:”Di dalamnya terdapat waktu. Jika seorang muslim berdoa ketika itu, pasti diberikan apa yang ia minta”. Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya tentang sebentarnya waktu tersebut” (HR. Bukhari 935, Muslim 852 dari sahabat Abu Hurairah Radhiallahu’anhu)

Para ulama berbeda pendapat dalam penentuan waktu tersebut menjadi beberapa pendapat dan Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan sekitar 40 pendapat mengenai hal ini dalam kitab Fathul Bari, akan tetapi yang shahih –Wallahu A’lam- adalah pendapat yang menyatakan bahwa waktu tersebut adalah akhir waktu setelah shalat ‘ashar. Maka sudah sepantasnya seorang muslim y6ang menyadari akan kebutuhan dan ketergantungannya kepada Allah untuk memanfaatkan kesempatan ini dengan berdoa, meminta untuk dirinya sendiri hidayah dan ketetapan diatas agama ini, dan berdoa untuk saudaranya kaum muslimin di penjuru timur dan barat.

Kesepuluh: Setelah shalat maghrib, dia bisa tinggal bersama keluarganya di rumah, berbincang-bincang bersama mereka, memberikan faidah kepada mereka atau dia bisa mengulang-ulang pelajaran sekolahnya. Hendaklah ketika mengulang-ulang pelajaran dia mengingat bahwasanya dia sedang menuntut ilmu, dan menuntut ilmu adalah ibadah yang agung, yang seseoarang akan diberikan pahala karenanya. Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Katsir bin Qais dia berkata:
كنت جالساً مع أبي الدر داء في مسجد دمشق فجاءه رجل فقال : يا أبا الدر داء إني جئتك من مدينة الرسول صلى الله عليه وسلم لحديث بلغني أنك تحدثه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ما جئت لحاجة قال فإني سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : (( من سلك طريقاً يطلب فيه علماً سلك الله به طريقاً من طرق الجنة وإن الملائكة لتضع أجنحتها رضاً لطالب العلم ، وإن العالم ليستغفر له من في السماوات ومن في الأرض ، والحيتان في جوف الماء وإن فضل العالم على العابد كفضل القمر ليلة البدر على سائر الكواكب ، وإن العلماء ورثة الأنبياء ، وإن الأنبياء لم يورثوا ديناراً ولا درهماً ، ورثوا العلم فمن أخذه أخذ بحظ وافر .

Aku pernah duduk bersama Abu Darda radhiyallahu 'anhu di masjid di kota Damaskus, tiba-tiba datang kepada beliau seorang laki-laki, lalu berkata:”Wahai Abu Darda, sesungguhnya aku datang dari kota Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (madinah) karena sebuah hadits yang sampai kepadaku bahwa engkau mengatakannya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. aku tidak datang untuk keperluan apapun selain itu.” (Abu Darda) berkata:”Sesungguhnya aku mendangar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:”Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk mendapatkan ilmu, Allah akan memudahkan dengannya satu jalan dari jalan-jalan Surga. Sesungguhnya para malaikat menghamparkan sayap-sayapnya, ridha kepada penuntut ilmu, dan sesungguhnya penuntut ilmu dimintakan ampun oleh siapa saja yang di langit dan di bumi dan ikan-ikan di laut. Sesungguhnnya kelebihan seoarang berilmu (yang mengamalkan ilmunya) dibandingkan dengan ahli ibadah adalah seperti kelebihan rembulan dibandingkan dengan seluruh bintang, dan ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidaklah mewariskan dinar dan tidak pula dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barang siapa mengambilnya telah mengambil bagian yang banyak."

(Sumber:”Kaifa Yastafiidu asy-Syabab Min Yaumil Jum’ah” oleh Muhammad Abdullah al-Habdan. Diterjemahkan dengan perubahan oleh Abu Yusuf Sujono)

Kaum Perempuan di Simpang Zaman

0 komentar

Kaum Perempuan di Simpang Zaman
Kaum Perempuan di Simpang Zaman - Di balik setiap perkembangan zaman, ada peran wanita. Di balik seorang laki-laki hebatm ada peran wanita yang hebat. Begitulah wanita yang mampu mengoncang dunia dengan tangannya tanpa melupakan kodratnya.

Ibnu Taimiyah berkata, “Kebahagiaan dan kesejahteraan wanita dalam agama dan dunianya adalah hemat, sederhana dan seimbang.”

Sebagaimana para tokoh wanita masa lalu yang jasadnya telah dimakan zaman namun namanya tetap mengabadi di lembaran sejarah. Di negri inim 21 April diperingati sebagai hari Kartini yang identik dengan perjuangan wanita yang dinisbatkan pada sosok bernama "Kartini", berupa perjuangan di bidang pendidikan atau yang paling terkenal adalah perjuangan berupa kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan yang sudah jauh lebih awal diajarkan Islam.

"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan salat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana," (Qs.At-Taubah:71).

Terlepas dari sosoknya yang kontroversial dalam sejarah, begitulah Kartini yang dikenal dalam rangka menggugah para wanita zaman ini untuk mampu berbuat lebih, tak hanya terkukung oleh doktrin turun-temurun leluhur bahwa "wanita tidak usah sekolah tinggi-tinggilah, baliknya ke dapur lagi", namun saya ikut berduka saat pemahaman tentang perjuangan hak wanita ini mulai keluar batas aturan, karena terlalu silau dengan budaya Barat.

Padahal, ada banyak fakta dan data yang seharusnya diperhatikan oleh mereka yang terbuai dengan Barat. Di Eropa dan Amerika pada setiap 15 detik terjadi kekerasan atas wanita. Belum lagi jika ditambah dengan kasus perkosaan setiap harinya. Sehingga Amerika tercatat sebagai negara tertinggi dalam hal kekerasan terhadap wanita. Menurut catatan UNICEF, 30% kekerasan pada wanita terjadi di Amerika dan 20% di Inggris. Maka kebebasan apakah ini ???

Kenyataanya, di Indonesia kini terjadi distorsi nilai budaya dan agama, yang berdampak pada moral bangsa. Inilah euforia yang disenandungkan oleh para penyuguh paham liberalisme tentang kebebasan berekspresi. Dengan dalih kebebasan itu, kita hari ini melihat fenomena banyaknya sajian TV yang memunculkan para wanita yang berpakaian tapi telanjang di setiap sinetron bahkan iklan yang sedikit pun tidak ada kaitannya dengan wanita.

Di sisi lain masyarakat awam pun terbentuk persepsinya bahwa wanita yang maju dan berpendidikan, yang memiliki penampilan dan gaya hidup yang hedonis, hal ini diakibatkan karena hari ini tingkat pendidikan perempuan masih rendah, padahal perempuan merupakan setengah dari masyarakat dan pembinaannya dalam mengokohkan tiang negara ini haruslah diperhatikan.

Kesempatan memperoleh pendidikan bagi anak-anak, laki-laki maupun anak perempuan masih sangat rendah. Jika di jaman Kartini, sebagai keluarga ningrat ia hanya berkesempatan bersekolah selama enam (6) tahun, hingga usia 12 tahun, kini rata-rata lama sekolah anak Indonesia adalah 7,7 tahun (angka rata-rata nasional ). Rata-rata lama sekolah anak perempuan lebih pendek (7,3 tahun) dibandingkan rata-rata lama sekolah anak laki-laki (8,2 tahun).

Di beberapa propinsi, lama anak sekolah jauh lebih rendah dari angka rata-rata nasional, seperti Nusa Tenggara Timur (6,6 th), Kalimantan Barat (6,6 th), Sulawesi selatan (7,4 th), Gorontalo (7,2 th) dan Papua (6,4 th).

Data ini menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia di Indonesia umumnya hanya berkesempatan mengenyam pendidikan tingkat SLTP (sekolah Lanjutan Pertama) untuk laki-laki dan perempuan hanya tamat Sekolah Dasar (SD).

Pada gilirannya, tingkat pendidikan yang rendah tersebut akan berdampak pada terbatasnya pilihan-pilihan untuk melakukan berbagai upaya pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya serta hak sipil dan politik. Upaya mewujudkan keterwakilan perempuan di lembaga pengambilan keputusan sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh pengambil keputusan, besar kemungkinan akan terus mengalami rintangan karena rendahnya tingkat pendidikan perempuan. Bahkan dalam realitanya, rendahnya tingkat pendidikan perempuan mengakibatkan yang bersangkutan menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia, terjebak dalam relasi kerja yang eksploitatif dan predatory.

Memang, tingkat pendidikan salah satu indikator yang mampu menjadi efek bagi faktor yang sosial lain, namun yang terpenting bukan hanya pada pendidikan formal saja, tetapi pendidikan moral dan agama ini sangat penting untuk ditingkatkan terlebih perempuan adalah madarasatul’ula,yang tak hanya mampu menjadi seorang "Kartini" namun dapat menjadi Aisyah yang menjadi rujukan para ulama besar sebagaimana pernyaataan Nabi Saw. “Ambillah setengah pengetahuan agama kalian dari Al-Humairah (Aisyah)”, hingga akan lahir para wanita yang cerdas, berpendidikan, dan berakhlakul karimah.

Sumber : eramuslim.com

Sikap Agung Rasulullah Menghadapi Pembenci Islam

0 komentar

Suatu hari Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah, ‘’Wahai Rasulullah, pernahkah engkau mengalami hari yang lebih buruk dari Perang Uhud?’’ Rasulullah menjawab, ‘’Suatu hari aku pernah menemui kaum yang sangat kejam yang belum pernah aku temui, yaitu hari di mana aku menemui kaum kampung aqobah (di Thaif), ketika aku ingin menemui (untuk meminta perlindungan, sekaligus menyebarkan islam) Ibnu Abi Yalil bin Abdi Kulal (salah satu pembesar di Thaif), tetapi dia tidak memenuhi keinginanku, lalu aku pulang dalam keadaan wajahku berdarah (karena perlakuan warganya yang melempaliranya dengan batu). Ketika aku berhenti di Qarnul Tsa’alib (Miqat Qarnul Manajil), aku melihat ke atas dan awan memayungiku sehingga aku merasa teduh. Lalu, aku melihat Jibril memanggilku, seraya berkata: ‘’Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan (hinaan) kaummu dan penolakan mereka kepadamu. Allah telah mengutus malaikat penjaga gunung terhadapmu.’’

‘’Ya Muhammad,’’ sahut malaikat penjaga gunung. ‘’Jika engkau mau supaya aku melipatkan Akhsyabain (dua gunung di Makkahm, yaitu gunung Abi Qubaisy dan gunung yang menghadapnya) ini di atas mereka, niscaya akan aku lakukan.’’ Namun, Rasulullah SAW malah berdoa (tidak ada sedikit pun keinginan untuk membalasnya). Bahkan, aku berharap mudah-mudahan Allah mengeluarkan dari tulang rusuk mereka (keturunan) yang menyembah Allah yang Esa dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun (HR Bukhari Muslim).

Dari kisah di atas, banyak pelajar yang bisa kita renungkan. Pertama, ketika cacian dan perlakuan tidak manusiawi datang menghadapi Rasulullah, maka yang dikedepankan oleh beliau bukan dengan kembali mencaci, tapi dengan menunjukkan sikap baik.

Secara tidak langsung ini adalah dakwah terhadap mereka yang membenci Islam. Terbukti akhlak baik Rasulullah dan sahabatnya telah mengantarkan Islam bisa tersebar luas dengan waktu yang singkat. Dengan ini maka umat Islam dituntut lebih memperbaiki lagi akhlaknya sehingga yang membenci tahu akan keagungan umat Islam.

Kedua, umat Islam harus senantiasa introspeksi, apakah kita pernah menjelaskan tentang Islam kepada orang-orang yang menghina Islam? Karena boleh jadi mereka membenci Islam karena belum tahu tentang hakikat Islam.

Jika belum, maka kita harus memberikan penjelasan tentang Islam dengan berbagai pendekatan. Kalau Rasulullah dahulu suka memberikan surat-surat yang ditujukan kepada para raja, maka sekarang pun kita bisa berdakwah lewat buku, dengan menerjemahkan karya-karya Islam ke dalam bahasa yang dipakai Barat. Atau bisa dengan pendekatan seni dan budaya yang lebih bisa diterima oleh mereka.

Ketiga, mungkin ini yang luput dari kita selama ini, yaitu mendoakan mereka untuk mendapatkan pintu hidayah. Rasulullah SAW tahu bahwa berdakwah saja tidak cukup. Hidayah adalah urusan Allah maka jalan terbaik untuk memintanya adalah dengan doa. Wallahu a`lam bi as-showab

republika.co.id

Hadits Hadits Motivasi Menuntut dan Menyebarkan Ilmu

0 komentar

Sesungguhnya orang yang menunjuki kebaikan, sama (pahalanya) dengan orang yang melakukan itu  (hasan sahih)    

Seorang yang faqih itu lebih berat bagi setan daripada seribu orang ahli ibadah. (gharib – dhaif)    

Barangsiapa yang di kehendaki Allah kebaikan padanya, niscaya Dia memahamkannya dalam agama (hasan sahih)    

Barangsiapa yang sengaja berbohong atas namaku maka hendaklah mempersiapkan tempat duduknya di neraka. (sahih – mutawatir)    

Barangsiapa berjalan di suatu jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. (hasan)    

Barang siapa yang belajar ilmu maka itu adalah kafarat bagi apa yang pernah lalu (dhaif)    

Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu yang dia ketahui kemudian dia menyembunyikannya, maka dia akan dicambuk pada hari kiamat dengan cambuk dari neraka (hasan)    

Barangsiapa belajar Ilmu untuk selain Allah atau menginginkan selain Allah, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya (kelak) di neraka (hasan)    

Kalimat hikmah adalah barang seorang mukmin yang hilang, maka dimana saja ia menemukannya ia lebih berhak untuk mengambilnya (gharib – dhoif)    

Barangsiapa menghidupkan sunnahku, berarti dia mencintaiku dan barangsiapa mencintaiku, maka dia akan bersamaku di surga (hasan gharib)    

Barangsiapa menuntut ilmu untuk mendebat para ulama, atau untuk mengolok-olok orang bodoh atau untuk mengalihkan pandangan manusia kepadanya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam neraka (dhaif)    

Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan cara mencabutnya langsung dari manusia, akan tetapi Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama, hingga ketika Dia tidak meninggalkan seorang alim (di muka bumi) maka manusia menjadikan orang-orang jahil sebagai pemimpin, lalu mereka ditanya, maka mereka memberikan fatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan. (sahih)    

Allah memperindah seseorang yang mendengar perkataanku, dia memahaminya, menghafalnya dan menyampaikannya, bisa jadi orang yang mengusung fiqih menyampaikan kepada orang yang lebih faqih darinya. Dan tiga perkara yang mana hati seorang muslim tidak akan dengki terhadapnya; mengikhlaskan amalan karena Allah, saling menasehati terhadap para pemimpin kaum muslimin, berpegang teguh terhadap jama’ah mereka, sesungguhnya da’wah meliputi dari belakang mereka.” (sahih)    

Barangsiapa menyeru kepada petunjuk maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun, dan barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan maka dia mendapatkan dosa seperti dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun“. ( hasan shahih)    

Barangsiapa mensunnahkan sunnah kebaikan, lalu dia diikuti atasnya, maka dia mendapatkan pahalanya dan seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun, dan barangsiapa mensunnahkan sunnah kejelekan, lalu dia diikuti atasnya, maka dia mendapatkan dosanya dan dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun (hasan sahih)    

Keutamaan seorang alim dari seorang abid seperti keutamaanku dari orang yang paling rendah di antara kalian,  kemudian beliau melanjutkan sabdanya: “Sesungguhnya Allah, MalaikatNya serta penduduk langit dan bumi bahkan semut yang ada di dalam sarangnya sampai ikan paus, mereka akan mendoakan untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia” (gharib – sahih)    

Aku wasiatkan kepada kalian untuk (selalu) bertaqwa kepada Allah, mendengar dan ta’at meskipun terhadap seorang budak habasyi, sesungguhnya siapa saja diantara kalian yang hidup akan melihat perselisihan yang sangat banyak, maka jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang dibuat-buat, karena sesungguhnya hal itu merupakan kesesatan. Barangsiapa diantara kalian yang menjumpai hal itu hendaknya dia berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi geraham.(sahih)    

Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar Al Qur`an dan mengajarkannya (HR Bukhari)
    
“Barangsiapa berbicara tentang Kitabullah ‘azza wajalla menggunakan pendapatnya, meskipun benar maka ia telah salah.” (HR Abu Daud) – ada perawi yang tidak kuat     

“Demi Allah, sekiranya Allah memberi petunjuk kepada seorang laki-laki melalui perantaramu, maka itu lebih baik bagimu dari unta merah.” (HR Ibnu Majah, Abi Daud)    

Dunia itu terlaknat dan terlaknat pula apa yang ada di dalamnya, kecuali dzikir kepada Allah dan yang berhubungan dengannya, atau seorang yang ‘alim dan mengajarkan ilmunya. (HR Ibnu Majah 4102)     

“Barangsiapa mempelajari suatu ilmu yang seharusnya karena Allah Azza Wa Jalla, namun ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan sebagian dari dunia, maka ia tidak akan mendapatkan baunya Surga pada Hari Kiamat. (HR Ahmad, Abi Daud, Ibn Majah)     

Perumpamaan agama yang aku diutus Allah ‘azza wajalla dengannya, yaitu berupa petunjuk dan ilmu ialah bagaikan hujan yang jatuh ke bumi. Diantaranya ada yang jatuh ke tanah subur yang dapat menyerap air, maka tumbuhlah padang rumput yang subur. Diantaranya pula ada yang jatuh ke tanah keras sehingga air tergenang karenanya. Lalu air itu dimanfaatkan orang banyak untuk minum, menyiram kebun dan beternak. Dan ada pula yang jatuh ke tanah tandus, tidak menggenangkan air dan tidak pula menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Seperti itulah perumpamaan orang yang mempelajari agama Allah dan mengambil manfaat dari padanya, belajar dan mengajarkan, dan perumpamaan orang yang tidak mau tahu dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku di utus dengannya.” HR Bukhari Muslim

Karena Prasangka Menjadi Nyata

0 komentar

Ibnu Hibban meriwayatkan, bahwa Nabi Ayyub AS terjangkit penyakit selama delapan belas tahun. Hingga orang-orang dekat maupun yang jauh mengasingkan beliau. Kecuali dua orang dari saudaranya. Di mana keduanya setiap pagi dan sore menjenguk beliau. Suatu hari, salah seorang dari keduanya berkata kepada yang lain, ”kamu tahu, demi Allah Ayyub telah melakukan suatu dosa yang tidak pernah dilakukan oleh seorang pun di alam ini.” Temannya berkata, ”Apa itu?” Dia menjawab, ”Sejak delapan belas tahun Allah tidak mengasihi dia.” (Silsilah ash-shahihah, al-Albani menyatakan ’shahih’)

Perbincangan itu sampai ke telinga Ayyub AS. Namun, semua itu tidak menyurutkan harapannya kepada Allah. Beliau ridha atas ketetapan Allah, dengan tetap optimis, bahwa Allah akan mengasihi dan menolongnya. Subhanallah, selama delapan belas tahun, beliau menjaga prasangka baiknya kepada Allah, dan tak pernah turun kadarnya dengan interval waktu yang begitu lama. Hal yang barangkali seandainya terjadi di antara kita (nas’alullahal ’aafiyah), harapan segera pupus setelah beberapa lama berusaha dan berdoa. Atau minimal terjadi pergulatan hebat antara keyakinan, keraguan dan bahkan ketidakpercayaan. Namun, tidak demikian dengan Nabi Ayyub AS. Hingga suatu hari, Allah mewahyukan kepada beliau,

”(Allah berfirman): “Hantamkanlah kakimu; Inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum”. (QS. Shaad 42)

Begitulah, kemudian beliau sembuh total, seperti tidak pernah sakit sebelumnya, dan bahkan keadaannya lebih baik dari sedia kala.

Prasangka Menjadi Nyata
Apa yang dialami Nabi Ayyub alaihis salam itu menguatkan kebenaran hadits qudsy, di mana Nabi saw bersabda bahwa Allah Ta’ala berfirman,

أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى
”Aku tergantung persangkaan hamba-Ku kepada-Ku.” (HR Bukhari)

Selagi seseorang berharap sembuh kepada Allah, dan terus terjaga prasangka baiknya kepada Allah, niscaya Allah akan menyembuhkannya. Begitu pula sebaliknya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, di mana ketika Nabi menengok seorang badui yang sedang sakit, beliau mengatakan, “la ba’sa, thahuurun insya Allah!”, tidak apa-apa, menjadi pembersih (dosa) in syaaAllah. Tapi, si badui itu malah menyanggah dengan kata-kata, “(Penyakit ini menjadi) pembersih katamu? Bukan, ini adalah demam tinggi yang menyerang si tua renta dan akan mengantarkannya ke dalam kubur!” Nabi saw menjawab, “na’am idzan”, ya, baiklah kalau begitu. Maka sakit itupun menyebabkan si badui itu wafat. Begitulah, buruk sangka menghasilkan hasil yang buruk, sebagaimana berbaik sangka kepada Allah membuahkan hasil yang diinginkan.

Betapa sering manusia menghadapi masa-masa menentukan seperti itu; antara sembuh dan tidak sembuh, antara selamat atau tidak selamat, antara optimis dan pesimis, antara berharap dan putus asa. Dan kesudahan yang akan terjadi, sangat bergantung dengan persangkaan dalam hatinya.
Dalam hal perolehan manfaat juga seperti itu. Manusia sering diuji persangkaannya kepada Allah, antara berhasil atau gagal, pesimis ataukah pesimis. Kemana arah persangkaannya, di situlah hasil yang akan dipetiknya.

Begitu pentingnya husnuzhan kepada Allah, hingga Ibnu Abid Dunya dalam kitabnya ”Husnuzhan Billah”, menyebutkan 151 dalil baik berupa ayat maupun hadits, yang kesemuanya menghasung kita untuk optimis dalam berpengharapan, meninggalkan pesimistis dan putus asa, dan senantiasa konsisten dengan prasangka yang baik.

Karena Prasangka adalah Doa
Prasangka kepada Allah, tidak sama dengan prasangka kepada selain-Nya. Karena semua makhluk terbatas kemampuannya, sedangkan Allah, kuasa berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya. Berbaik sangka kepada Allah tidak saja menimbulkan semangat berusaha lantaran luasnya harapan dan kesempatan. Namun hakikatnya, prasangka itu adalah permohonan dan doa. Ibnul Qayyim al-Jauziyah menjelaskan efek prasangka dalam usaha dan pengharapan, “Setiap kali seorang hamba berbaik sangka kepada Allah, maka harapanpun yang muncul adalah yang baik-baik, tawakalnya kepada Allah menjadi kokoh. Maka Allah tidak akan menyia-nyiakan keinginannya sedikitpun. Allah tidak akan menelantarkan orang yang berusaha dengan dilandasi optimis dan prasangka yang baik (kepada-Nya). Maka tidak ada yang lebih melapangkan dada setelah iman kepada Allah, selain percaya penuh kepada Allah, berharap kepada-Nya, dan selalu berbaik sangka kepada Allah.”

Bahkan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu atas dasar hadits qudsy di atas berkata, ”Demi Allah yang tiada ilah yang haq kecuali Dia, tiada seorangpun berbaik sangka kepada Allah, melainkan Allah akan memberikan sesuai yang disangkanya, karena kebaikan ada di tangan-Nya.” (Atz-Tadzkirah, imam al-Qurthubi)

Maka selayaknya seorang muslim tidak pernah melepaskan husnuzhannya kepada Allah dalam meraih segala kemaslahatan, baik di dunia maupun di akhirat.

Dalam hal perolehan rejeki misalnya. Tak selayaknya seorang muslim khawatir dan takut jatuh dalam kemiskinan. Seakan rejekinya bergantung kepada manusia, musim, atau lingkungan di mana ia tinggal di dalamnya. Buruknya persangkaan ini justru menjadi penyebab sejati, seseorang akhirnya menjadi miskin papa. Karena tatkala ia merasa peluang ma’isyah sempit, menjadi sempitlah harapannya. Kemudian akan menjalar pada lemahnya usaha dia untuk mencari karunia dari Allah. Andai saja dia berbaik sangka, bahwa Allah kuasa membagikan rejeki kepada siapapun, kapapun dan seberapapun, niscaya keadaan akan berubah. Tak ada satu kekuatanpun yang mampu menahan tatkala Allah menghendaki untuk menganugerahkan rejeki kepada kita. Begitupun sebaliknya, tak ada satupun orang hebat, orang kaya, orang yang memiliki lapangan pekerjaan, tidak pula kondusifnya ekonomi sekitar bisa mendatangkan rejeki kepada kita, jika Allah menahannya. Allah berfirman,

”Atau siapakah dia yang memberi kamu rizki jika Allah menahan rizki-Nya? (QS.al-Mulk :21)

Begitupun ketika seseorang berada dalam ancaman, ketakutan dan kekhawatiran atas bahaya yang mengancam. Apa yang menjadi kenyataan pada akhirnya, tergantung persangkaan di awalnya. Orang-orang yang merasa berputus asa untuk berusaha, pun telah pupus harapannya kepada Allah, hanyalah orang yang lemah imannya terhadap kekuasaan-Nya. Merekapun jutsru mendatangi dukun, mengalungkan jimat dan menempuh hal-hal yang jauh dari nalar, jauh dari iman. Allah mencela orang-orang musyrik yang meragukan kekuatan dan kekuasaan Allah, lalu berpaling kepada sesembahan selain Allah,

”Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya pada hal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Dia dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan. (QS az –Zumar 67)

Simaklah bapaknya kau muwahhidin, Khalilullah Ibrahim alaihis salam. Betapa kuat persangkaan baiknya kepada Allah. Bahwa tiada suatu kekuatanpun yang kuasa menahan kehendak-Nya, betapa pula tipu daya manusia itu lemah dan remeh di hadapan kekuasan-Nya. Tatkala Ibrahim alaihis salam dilemparkan ke dalam api yang menyala-nyala, beliau yakin, Allah akan menyelamatkannya dengan cara yang dikehendaki-Nya. Diapun menyerahkan keselamatannya kepada Allah dengan berucap, “hasbunallah wa ni’mal wakil”, cukuplah Allah sebagai penolong, dan Dia adalah sebaik-baik Pelindung. Apa yang terjadi setelahnya? Allah membalas lunas persangkaan baik Ibrahim alaihis salam kepada Penciptanya,

“Kami berfirman:”Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”, mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan itu mereka orang-orang yang paling merugi.” (QS al-Anbiya’ 69-70)

Baik Sangka Hingga Ajal di depan Mata
Husnuzhan kepada Allah, senantiasa berkhasiat sepanjang hayat. Bahkan, di detik-detik akhir kehidupan manusia, husnuzhan lebih dibutuhkan lagi. Karena kegentingan yang dihadapi tak tertandingi. Itulah saat yang paling menakutkan, mengkhawatirkan, sekaligus menentukan apa yang akan terjadi sesudahnya. Maka Nabi saw memperingatkan dengan serius, untuk menjaga husnuzhan sampai titik penghabisan. Beliau bersabda,

لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللَّهِ الظَّنَّ
”Janganlah salah seorang di antara kamu mati, kecuali dalam keadaan berprasangka baik kepada Allah.” (HR Muslim)

Anas bin Malik juga menceritakan, bahwa Nabi saw menjenguk seorang pemuda yang sedang menghadapi sakaratul maut, lalu belia bertanya, “Bagaimana keadaan dirimu?” Orang itu berkata, “Demi Allah wahai Rasulullah, sesungguhnya saya berharap (baik) kepada Allah, dan saya takut akan dosa-dosaku.” Kemudian Rasulullah saw bersabda,

“Tidaklah berkumpul dua hal itu terkumpul dalam hati seorang hamba di saat seperti ini, kecuali Allah memberikan karunia sebagaimana yang diharapkannya dan akan menyelamatkannya dari apa yang dia takuti.” (HR Tirmidzi, Syaikh al-Albani mengatakan, “hasan”)

Begitulah dahsyatnya prasangka kepada Allah, maka silakan berprasangka kepada Allah, sesuai dengan apa yang Anda suka. Wallahu a’lam. (Abu Umar Abdillah)

Sumber : arrisalah.net

Pertanyaan di akhirat

0 komentar

Di antara serangkaian kejadian yang harus diimani dan pasti akan terjadi pada hari kiamat nanti adalah hari penghisaban. Hari dimana semua perbuatan dan prilaku manusia, baik yang mukmin dan yang kafir, selama hidup didunia akan dimita pertanggung jawaban dihadapan Allah SWT.

Pada hari itu Allah akan meberikan pertanyaan-pertanyaan yang tentunya semua manusia tidak akan bisa berbohong karena ketika mulut mereka berbohong maka anggota tubuh yang lain akan menjadi saksi dan ikut berbicara, Alquran telah menerangkan apa saja yang akan Allah pertanyakan kepada manusia diakhirat nanti, diantaranya.

Pertama, Khusus bagi orang musyrik dan orang kafir Allah akan mempertanyakan berhala-berhala yang mereka sembah didunia, dimana ketika mereka akan menghadapi siksaan neraka, berhala-berhala yang mereka sembah tidak bisa menolong mereka. Dan dikatakan kepada mereka: "Dimanakah berhala-berhala yang dahulu kamu selalu menyembah(nya) selain dari Allah? Dapatkah mereka menolong kamu atau menolong diri mereka sendiri?" (QS Asy Syu'araa'[26]:92-93)

Kedua, Allah akan menanyakan apa yang dikerjakan manusia sepanjang hidupnya didunia, “ Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu”. (QS Al Hijr [15]:92-93)

Ketiga, Allah akan menanyakan tentang nikmat-Nya yang selama ini diberikan kepada manusia, apakah manusia itu bersyukur dan menggunakannya dijalan yang diridhai Allah atau apakah mereka kufur nikmat dan menggunakannya untuk bermaksiat dan bermegah-megahan. “Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)”. (QS At Takaatsur[102]:8)

Keempat, Allah akan menanyakan tentang panca indra, apakah digunakan untuk mengimani dan beribadah Allah atau digunukan untuk inkar dan bermaksiat kepada Allah. “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS Al Israa' [17]:36). Allah telah memberikan gambaran pertanyaan nanti di akhirat semoga kita mempersiapkan jawaban yang akan diberikan kepada Allah, dan tentunya hanya amalan-amalan kita yang akan menjawabnya. Wallahua`lam bi ash-Shawab.

www.republika.co.id

Luasnya Ampunan Allah SWT

0 komentar



Dalam kehidupan ini kita selaku manusia tidak pernah luput dari kesalahan. Entah sudah berapa banyak kita melakukan perbuatan dosa. Jika dihitung dan dicatat perbuatan dosa kita setiap hari dalam sebulan mungkin kita akan mendapatkan catatan dosa kita setebal kamus. Atau mungkin berjilid-jilid banyaknya. Bayangkanlah! Berapa banyak dosa yang kita perbuat selama hidup kita? Lalu bagaimana kita akan menemui Sang Pencipta dengan berlumur dosa?

Memang sudah menjadi fitrah manusia untuk berbuat kesalahan. Hal ini telah disabdakan oleh nabi Muhammad SAW, “Setiap anak Adam pasti berbuat dosa, dan sebaik-baik pembuat dosa adalah mereka yang bertaubat”. (HR.Tirmidzi). Seperti yang disabdakan Rasulullah SAW, walaupun manusia berbuat dosa. Tidak lantas menjadikan manusia merugi begitu saja. Bagi mereka yang mau bertaubat itulah yang terbaik untuk mereka.

Bahkan dalam hadis lain disebutkan jika seluruh umat manusia tidak ada yang berbuat dosa. Maka Allah SWT menggantinya dengan umat yang berbuat dosa, kemudian mereka memohon ampunan dan Allah SWT mengampuninya. "Kalau kalian tidak berbuat dosa niscaya Allah SWT akan mengganti kalian dengan kaum yang lain pembuat dosa, tetapi mereka beristighfar dan Allah SWT mengampuni mereka".( HR.Muslim). Hal ini mempertegas akan fitrah manusia dalam berbuat dosa.

Ketahuilah! Murka Allah SWT itu sangat dasyat. Siksaan Allah sangat pedih. Akan tetapi kasih sayang-Nya meliputi alam semesta. Ampunan Allah SWT  sangat teramat luas bagi hambanya yang mau bertaubat. Selama dosa itu bukan menyekutukan Allah SWT maka Allah akan mengampuni dosa itu sebasar apapun dosa itu.

Anas bin Malik berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesunggunya Allah berfirman, Wahai anak Adam, apabila engkau memohon dan mengharapkan pertolongan-Ku maka Aku akan mengampunim dan Aku tidak menganggap bahawa ia suatu beban. Wahai anak Adam, sekalipun dosa kamu seperti awan meliputi langit kemudian kamu memohon ampunan-Ku, niscaya aku akan mengampuninya. Wahai anak Adam, jika kamu menemuiku dengan kesalahan sebesar bumi, kemudian kamu menemuiku tidak dalam keadaan syirik kepada-Ku dengan seuatu apapun. Niscaya aku akan datang kepadamu dengan pengampunan dosa sebesar bumi itu. (HR Tirmidzi)

Tidak sedikit ayat-ayat dalam Alquran yang menyebutkan bahwa Allah SWT Maha Penerima taubat diiringi dengan sifatnya yang Maha Penyayang. Di antaranya dalam surat An Nur ayat 24, surat At Thaqobun ayat 14 dan surat Az Zumar ayat 53. Ini menunjukan betapa besarnya kecintaan Allah SWT terhadap manusia terlebih terhadap hamba-Nya yang bertaubat. Yang menyesali kesalahnnya dan memohon ampunan kepada-Nya.

Oleh karena itu sudah seharusnya kita tidak boleh berputus asa. Ampunan dan rahmat Allah SWT sangatlah teramat besar. Bahkan Allah SWT telah memaklumi akan sifat kita selaku manusia yang suka berlebih-lebihan. Allah SWT berfirman, “Katakanlah: Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Az-Zumar [39] : 53).

Betapa mudahnya mendapat ampunan Allah SWT. Masihkan kita mengingkari kasih sayang Allah SWT ? Hanya orang-orang merugi yang tidak bersegera kepada ampunan Allah SWT yang sangat teramat luas. Sesungguhnya Allah SWT tidak pernah menyalahi akan janji-Nya (Q.S Ali Imran [3] : 9). Wallahu a’lam bish-shawab.

Kebebasan Beragama (Ketika Rasulullah Kecewa)

0 komentar



Rasulullah SAW pernah mengutus Usamah bin Zaid untuk berperang ke daerah Huruqat. Ternyata penduduk di sana sudah mengetahui rencana kedatangan pasukan Islam, maka mereka pun melarikan diri. Namun Usamah menemukan seorang lelaki, dan lelaki itu langsung mengucapkan dua kalimat syahadat. Sayangnya ia tetap dipukul hingga meninggal.

Ketika hal itu diceritakan pada Nabi SAW, beliau bersabda, "Apa yang akan kau katakan (di akhirat nanti) terhadap orang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadah". Usamah menjawab, "Wahai Rasulullah ia mengatakannya (bahwa ia berislam) karena takut dibunuh". Rasul menjawab, "Sudahkah kau robek dadanya hingga kau tahu untuk apa ia mengatakan hal itu, untuk menyelamatkan diri atau hal lainnya. Apa yang kau katakan (di akhirat nanti) terhadap orang yang telah mengucapkan syahadat". Beliau terus mengulanginya hingga Usamah berangan untuk tidak masuk Islam kecuali setelah hari itu (karena ketegasan Rasul dalam hal itu).

Imam Abu Daud RA menjadikan Hadis ini dalam bab alasan memerangi orang Musyrik. Hal ini menandakan bahwa siapa saja yang menampakkan keislamannya sekalipun hanya mengucapkan dua kalimat syahadat maka mereka harus diperlakukan seperti seorang Muslim dan tidak boleh mempermasalahkan keislamannya, karena manusia hanya menghukumi sesuatu yang nampak saja, adapun hal yang tak tampak maka kita harus menyerahkannya pada Allah SWT.

Kasus pemboman yang terjadi di berbagai negara termasuk Indonesia kembali membuat reputasi Islam semakin buruk. Islam dipandang sebagai agama teroris dan anarkis. Hal ini dikarenakan pemahaman yang kurang tepat terhadap nash agama. Termasuk dalam memahami sumber kedua Islam, hadis.

Hadis lain yang juga sering salah dipahami diriwayatkan oleh Imam Bukhari RA dan Imam Muslim RA dari Sahabat Abdullah bin Umar RA: "Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan shalat, dan membayar zakat, lalu apabila mereka telah melaksanakan itu terjagalah darah dan harta mereka."

Dalam memahami hadis ini ada beberapa poin yang harus diperhatikan. Pertama, Hadis di atas menggunakan kata Uqâtil bukan kata Aqtul. Terdapat perbedaan yang sangat jauh ketika kita tidak bisa membedakan maksud kedua kata tersebut. Kata Uqâtil dalam bahasa Arab berarti mencurahkan seluruh kemampuan untuk mencegah musuh yang menyakiti kita, adapun kata Aqtul berarti membinasakan musuh (membunuh).

Kedua, kata an-nâas pada Hadis di atas bukan berarti seluruh manusia secara umum. Hal ini bisa dipahami kalau kita membandingkan dengan Hadis yang lain (Muqaronatul Al-Ahâdis), seperti yang diriwayatkan Imam Nasa'i dalam  kitab Sunannya: "Allah memerintahkanku (Rasul) untuk memerangi orang Musyrik yang mengharamkan kebebasan beragama, memerintahkanku untuk memerangi mereka hingga agama Islam dapat tersebar luas dan tak ada seorangpun yang menghalangi orang lain (dalam memeluk agama), lalu setelah itu setiap manusia dapat menentukan pilihan agamanya masing-masing".

Dari sini jelas bahwa perintah perang hanya untuk orang kafir, itupun jikalau mereka membatasi kebebasan beragama. Mudah-mudahan kedua hadis di atas dapat membuka cara berfikir kita untuk lebih memahami Islam sebagai agama yang menjadi rahmat untuk seluruh alam. Allahu wa Rasuluhu 'alam.

www.republika.co.id

Hukum Mengembalikan Hutang Sesuai dengan Perubahan Nilai Mata Uang

0 komentar

Akhir-akhir ini banyak kalangan yang menyatakan bahwa mengembalikan hutang tidak harus sama dengan jumlah nominal ketika meminjam. Umpamanya, seseorang meminjamkan kepada temannya uang sejumlah Rp. 5.000.000.Setelah satu tahun dia harus membayar  Rp. 5.500.000.  Menurut mereka hal itu merupakan keadilan dan bukan termasuk riba, karena nilai uang selalu fluktuatif dan mengalami inflasi.

Sekilas, pernyataan diatasmasuk akal, tapi ternyata sangat lemah dan menyisakan banyak problematika di masyarakat. Karenanya, penulis perlu menjelaskan hukum mengembalikan hutang sesuai dengan perubahan nilai.

Pada erapemerintahan Islam uang yang dipakai adalah Dinar dan Dirham (emas dan perak). Kemudian muncul ide penggunaan uang kertas sebagai alat tukar pengganti emas dan perak, yang pada waktu itu nilainya hampir sama dengan nilai emas dan perak. Pada perkembangan selanjutnya, nilai uang kertas semakin hari semakin merosot dari nilai emas dan perak hingga hari ini.

Inilah yang menjadikan para ulama berbeda pendapat di dalam memandang uang kertas sebagai alat tukar. Muhammad Sulaiman Al Asyqarmenyebutkan tiga pendapat ulama di dalam memandang uang kertas sebagai alat tukar:

Pertama, uang kertas dianggap sebagai cek hutang, orang yang memegangnya berhak untuk mendapatkan harga sesuai dengan nilai yang tertera di dalam uang kertas tersebut.

Kedua,bahwa uang kertas dianggap alat tukar yang telah berdiri sendiri dan mempunyai nilai tukar yang penuh sebagaimana emas dan perak.

Ketiga, bahwa uang kertas seperti fulus, yang merupakan salah satu barang komoditas yang boleh diperjualbelikan, tapi pada saat yang sama bisa dijadikan alat tukar jika dia memerlukannya.

Dari tiga pendapat di atas, mayoritas ulama masa kini mengambil pendapat yang kedua, yaitu uang kertas dianggap alat tukar yang telah berdiri sendiri dan mempunyai nilai tukar yang penuh sebagaimana emas dan perak.

Hal ini sesuai dengan keputusan Majma’ Al Fiqh Al Islami pada daurahnya yang ke-3, no: 9, yang menyatakan bahwa uang kertas merupakan uang yang mempunyai sifat penuh sebagai alat tukar, sehingga berlaku baginya hukum-hukum syar’i seperti yang berlaku pada emas dan perak, oleh karenanya uang kertas termasuk barang riba yang tidak boleh ditukar dengan sejenisnya dengan nilai yang berbeda, begitu juga terkena kewajiban zakat dan hukum-hukum lainnya.

Mereka meletakkan kaidah fiqhiyah yang sangat penting di dalam masalah ini, kaidah itu berbunyi:“Hutang itu harus dikembalikan sesuai dengan amtsal-nya(nominalnya)” Umpamanya kalau meminjam satu juta maka harus dibayar satu juta juga(Mausu’ah al Qawa’id al Fiqhiyahal Munadhimah li al Mua’amalah al Maliyah al Islamiyah, Iskandariyah, Dar al Iman, 2007, hlm: 319)

Kaidah tersebut sesuai dengan Keputusan Majma’ Al Fiqh Al-Islam di dalam daurahnya yang ke-5 di Kuwait yang juga menyatakan bahwa standar pelunasan hutang harus sesuai dengan nominalnya bukan dengan nilai harga tukarnya.

Standar yang telah ditetapkan mayoritas ulama tersebut merupakan standard yang jelas, baku dan bisa dilakukan oleh semua orang. Oleh karenanya, masyarakat Islam di dunia ini secara umum menggunakan standar ini, sehingga jarang terjadi sengketa di dalam menentukan jumlah nominal yang harus dikembalikan, karena nilai tersebut telah tertera di dalam uang kertas.

Standar ini juga memudahkan masyarakat di dalam melakukan transaksi antara mereka. Mereka tidak usah payah setiap saat melihat naik turunnya nilai tukar uang kertas mereka dengan harga emas atau dengan harga USD atau dengan harga mata uang lainnya.

Adapun yang berpendapat bahwa pengembalian hutang harus disesuaikan dengan perubahan nilai tukar mata uang kertas, ternyata mempunyai banyak kelemahan dan masih menyisakan banyak problematika di masyarakat. Diantara kelemahan pendapat ini adalah sebagai berikut:

Pertama:Mengembalikan hutang dengan menyesuaikan nilai tukarnya tidaklah mempunyai standar yang jelas, karena nilai tukar itu sendiri berubah-rubah setiap saat. Bahkan sampai yang meminjamkan uang (pemilik uang) sendiri tidak tahu jumlah uang yang akan diterima dari yang peminjam saat pengembaliannya. Begitu juga yang meminjam tidak tahu berapa jumlah yang harus dikembalikannya nanti, karena nilai tukar terus berubah-rubah setiap saat. Ini adalah bentuk nyata dari ghoror (spekulatif) sekaligus riba yang diharamkan dalam Islam.

Kedua:Karena tidak ada kejelasan standar nilai tukar dari mata uang tersebut, maka para pengusung aliran inipun berbeda pendapat satu dengan yang lainnya di dalam menentukan standar. Sebagian kalangan menyatakan bahwa standar pengembalian uang disesuaikan dengan harga emas, karena nilai tukarnya  relatif stabil dibanding dengan alat tukar lainnya.

Tapi pendapat ini dilemahkan oleh kelompoknya sendiri, sebagaimana yang dilakukan  Muhammad Adib Kulkul, penulis buku:“  al Fiqh al Mubasath al Muamalah al Maliyah, Damaskus, Dar al Fikr,  2007 pada  hlm 64,yang menyatakan bahwa emas tidak bisa dijadikan standar, karena harganya melambung tinggi jauh meninggalkan nilai mata uang yang ada, seperti US Dollar, Real Saudi, Dirham UEA. Oleh karena itu, ia memandang bahwa standar yang paling tepat adalah menggunakan nilai mata uang yang agak stabil, seperti US Dollar dan lain-lainnya.

Maksud pernyataan tersebut adalah jika seseorang meminjam uang Rp 1.000.000,  yang pada waktu itu senilai  100 USD, dalam jangka waktu 3 bulan, maka dia harus  mengembalikannya lagi dalam rupiah yang senilai 100 USD juga. Jika waktu mengembalikannya 100 USD senilai Rp.1.500.000, maka sang peminjam harus mengembalikannya sebesar itu. Kadang nominalnya lebih besar dari uang yang dipinjam, dan kadangpula bisa lebih kecil.

Begitu juga Muhammad Sulaiman Al Asyqar,  di dalam tulisannya: “Taghayuru Qimat al ‘Umlah”, beliau sangat tidak setuju dengan pendapat mayoritas ulama masa kini yang menyamakan uang kertas dengan emas dan perak di dalam fungsinya sebagai alat tukar yang berdiri sendiri. Beliau justru mendukung bahwa uang kertas adalah barang komoditi yang bukan barang riba, sehingga boleh ditukar satu dengan yang lainnya dengan  jumlah yang berbeda. Oleh karenanya, beliau membolehkan seseorang yang meminjam uang Rp 1.000.000,- untuk mengembalikannya kemudian dalam jumlah yang berbeda. Tapi yang disayangkan beliau juga tidak mempunyai standar baku yang bisa dijadikan pedoman, apakah menggunakan nilai emas atau USD atau yang lainnya, justru beliau menyerahkan standarnya kepada pemerintah atau pihak-pihak yang mengerti tentang perkembangan naik turunnya nilai mata uang.

Ketiga: bahwa nilai tukar uang kertas sifatnya nisbi dan relatif, tergantung pemanfaatannya. Jika dimanfaatkan untuk membeli barang-barang yang harganya stabil, maka nilai dari uang tersebut ikut stabil, sebaliknya jika dimanfaatkan untuk membeli barang yang harganya terus naik, maka nilainya-pun semakin berkurang dan seterusnya. Ringkasnya menyandarkan sesuatu kepada nilai tukar adalah penyandaran kepada sesuatu yang nisbi dan relatif, susah dipegang, dan membingungkan.

Kesimpulannya:bahwa uang kertas yang ada saat ini adalah alat tukar resmi sebagaimana emas dan perak pada zaman dahulu. Ini  adalah pendapat yang paling mendekati kebenaran, karena mempunyai standar baku dan jelas, serta mudah untuk dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat. Oleh karenanya, tidak boleh meminjamkan uang kertas kepada seseorang dengan mensyaratkan tambahan saat mengembalikannya, karena termasuk katagori riba. Wallahu A’lam

Cipayung, Jaktim, 1 Rabi’ul Akhir 1432/ 8 Maret 2011

arrisalah.net

Buah Kesombongan

0 komentar

Alquran banyak memaparkan kisah pemimpin dan bangsa-bangsa besar serta kuat yang kemudian dihancurleburkan. Seperti kisah Firaun, Qarun, kaum 'Ad, Tsamud, serta umat Nabi Nuh. Mereka semua adalah manusia yang menyombongkan diri kepada Allah dan rasul-rasul-Nya.

Manusia, apa pun status dan jabatannya, tidak memiliki ruang sedikit pun untuk menjadi sombong. Karena secara hakiki, manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan dari bahan yang hina (sperma). Ia diciptakan untuk beribadah kepada Allah SWT semata, menjauhi segala larangan-Nya dan menjalankan segala perintah-Nya.

Kemampuan dan kelebihan yang ada pada setiap manusia atau suatu bangsa, tidak lebih dari anugerah Allah yang diamanahkan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Bukan untuk dibangga-banggakan, kemudian menganggap rendah yang lain serta dengan sesuka hati berbuat kerusakan di muka bumi. Sebagaimana Firaun telah berbuat brutal terhadap rakyatnya.

"Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu (Musa) dari (Firaun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan …. (QS [2]: 49).

Atas perbuatan Firaun yang biadab itulah, Allah kemudian mengutus Musa sebagai pemberi peringatan. Tetapi karena kesombongannya, Allah mengutuk Firaun dan menenggelamkannya bersama seluruh tentaranya. Firaun menolak seruan Nabi Musa karena gengsi sebagai raja, sementara Musa hanya rakyat biasa.

Allah sangat murka kepada manusia yang memiliki sifat sombong. Siapa pun dia, raja ataupun rakyat biasa. Kesombongan yang dilakukannya, akan memperberat timbangan dosa-dosanya. "Kami telah membinasakan mereka karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berdosa." (QS [44]: 37).

Dalam hubungan antarsesama manusia, kesombongan juga sering terjadi bahkan setiap hari. Kesombongan seperti ini jika terus dipertahankan akan melahirkan sikap angkuh. Keduanya adalah sifat yang sangat berbahaya dan membinasakan.

Luqman al-Hakim memberi nasihat kepada anak-anaknya. "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS [31]: 18).

Ancaman bagi mereka yang sombong tidaklah main-main. Allah SWT akan memasukkan mereka ke dalam Neraka Jahannam selama-lamanya. "Masuklah kamu ke pintu-pintu Neraka Jahanam, sedangkan kamu kekal di dalamnya. Maka, itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong." (QS [40]: 76).

Manusia tidak boleh memelihara kesombongan dalam dirinya. Dalam sebuah hadis Qudsi Allah berfirman, "Kebesaran (kesombongan atau kecongkakan) adalah pakaian-Ku dan keagungan adalah sarung-Ku. Barang siapa merampas salah satu (dari keduanya), Aku lempar dia ke neraka (jahanam). (HR Abu Dawud). Wallahu a'lam.

www,republika.co.id

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...